Rabu, 01 April 2009

Tahun-tahun 
pernikahan yang penuh gejolak


Perkawinan seumur 
hidup yang didambakan setiap pasangan tidak gampang didapat. Perlu perjuangan 
dan kemauan bersama suami-istri untuk terus memeliharanya dari tahun ke tahun. 
Berikut tahun-tahun rawan dalam perkawinan yang perlu 
diwaspadai.

DUA TAHUN PERTAMA: 
PENUH PERJUANGAN


Inilah 
tahun-tahun yang mengindikasikan, apakah pasangan "pengantin baru" bisa survive 
di tahun-tahun berikut. Banyak yang berhasil melampauinya, tak sedikit juga yang 
memutuskan bercerai. Sebab, di tahun inilah sebenarnya realitas dimulai. 
Masing-masing pihak melihat dengan sesungguhnya, siapa 
pasangannya.

Bersiaplah menerima apa 
yang disebut depresi pengantin baru. Usai pesta, pasangan menempati rumahnya 
sendiri dan belajar hidup mandiri sebagai suami-istri. Di sinilah pembagian 
peran dan kerjasama dimulai. Ada yang lancar, ada pula yang kagok. Banyak 
hal yang menjadi prioritas yang harus diselesaikan bersama. Tentang uang, 
misalnya, siapa yang harus mengatur. Juga bagaimana menghabiskan waktu luang 
bersama, menangani mertua, para ipar dan keluarga besar lainnya. Bayi yang 
kemudian lahir akan membuat seluruh ritme ayah dan ibu berubah. Jelas, semua itu 
menimbulkan tantangan sekaligus kecemasan.

Nah, agar bisa survive dan berjalan mulus, di tahun-tahun 
pertama ini pasangan suami-istri seharusnya sudah mulai mendiskusikan tentang 
bagaimana memecahkan masalah jika terjadi konflik, juga membicarakan 
harapan-harapan masing-masing pihak.

Pasangan yang bisa melewati masa ini adalah mereka yang 
selalu punya pandangan positif terhadap pasangannya, tidak mudah menyerah, dan 
mau bersama-sama mencari jalan keluar di setiap persoalan. Meski tahun-tahun 
pertama ini sulit, mereka akan tetap mengenangnya sebagai tahun-tahun pertama 
yang penuh keintiman, kemesraan, dan saling belajar. Yang tak kalah penting, 
bisa menjadi pelajaran serta pengalaman berharga untuk menempuh tahun-tahun 
berikut.

TUJUH TAHUN: HARUS 
WASPADA


Pernah dengar 
istilah "the seven years itch"? Inilah yang disebut tujuh tahun yang membuat 
"gatal". Setelah bertahun-tahun bersama, suami istri memang mulai menemukan pola 
dan ritme perkawinan yang semakin jelas. Namun demikian, keinginan masing-masing 
yang sudah terbaca dan kedekatan secara fisik serta emosional ini belum menjamin 
bahwa kemesraan dan keintiman tetap berlanjut.

Setelah tujuh tahun berpasangan, banyak suami-istri yang 
mulai terjebak dalam rutinitas berumah tangga. Suami dan istri juga mulai sibuk 
dengan urusannya sendiri-sendiri. Ibu mengurusi anak-anak yang mulai masuk 
sekolah dan tumbuh besar, ayah juga sibuk berkutat dengan kariernya yang semakin 
menjanjikan. Belum lagi tuntutan kebutuhan keluarga yang semakin besar, membuat 
ayah semakin sibuk dengan pekerjaan tambahan yang bisa menghasilkan 
uang.

Semua itu membawa konsekuensi 
dalam hubungan perkawinan. Karena masing-masing sibuk, waktu untuk berduaan 
semakin berkurang. Akibatnya, keintiman jadi terancam. Yang lebih 
mengkhawatirkan, karena masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri dan semua 
hal berjalan rutin, hubungan intim semakin dilihat hanya sebagaihal rutin untuk 
pemenuhan kebutuhan biologis saja. Bukan lagi ekspresi kemesraan dan kasih 
sayang. Kalau tak hati-hati, masing-masing pihak bisa merasa gerah dan gatal, 
seperti orang yang terperangkap. Sedikit godaan saja atau melihat hal-hal baru 
yang lebih menggairahkan di luar rumah, bisa membuat komitmen 
terancam.

Itu sebabnya banyak affair 
atau perselingkuhan yang terjadi setelah 5 atau 7 tahun perkawinan. Pasangan 
berusaha keluar dari hal-hal yang membuatnya jenuh. Di antaranya, menjalin 
hubungan dengan orang yang sama sekali baru.

Untuk menjaga agar gairah dan keintiman tetap menyala, 
lakukan bulan madu kedua, revisi kembali hubungan perkawinan dan pola keintiman 
apa yang bisa diterapkan, sesuai dengan usia perkawinan. Jangan berharap terlalu 
berlebihan bahwa dalam waktu singkat semuanya akan berubah seperti pengantin 
baru. Yang penting adalah keinginan untuk tetap berkomitmen dan memperbarui 
kemesraan.

LIMA BELAS TAHUN: PENUH 
KESIBUKAN


Pada tahun 
kelima belas, secara emosi dan fisik, kedekatan suami-istri semakin kuat. Banyak 
masalah yang sudah bisa diselesaikan, misalnya rumah sudah terbeli dan keuangan 
keluarga sudah mapan. Tapi tantangan berikutnya muncul di tahun ini. Sama 
seperti tahun-tahun sebelumnya, problem yang lebih banyak muncul adalah 
kejenuhan. Ditambah juga kebersamaan keluarga yang semakin berkurang. Misalnya, 
anak-anak yang memasuki praremaja, mulai lebih banyak bergaul di luar rumah, dan 
sibuk dengan urusan sekolah. Ayah berada pada puncak kariernya, begitu pula ibu 
yang bekerja.

Tak heran jika di 
tahun-tahun awal mudah membuat janji untuk makan malam bersama pasangan di 
restoran yang romantis, kini malah susah. Sulit memintanya meluangkan waktu 
untuk bermesraan karena kesibukannya.

Perubahan fisik masing-masing pihak, misalnya bentuk 
tubuh semakin melebar atau kerut di wajah semakin kentara, juga melahirkan 
kecemasan tersendiri. Masing-masing merasa tidak lagi menarik dan seksi di mata 
pasangannya. Rasa minder lalu timbul. Kekhawatiran pasangan tak lagi bergairah, 
bisa berakibat ke hubungan intim. Kebanyakan rasa minder ini diwujudkan dengan 
menolak ketika diajak bermesraan. Padahal, karena masing-masing pihak sudah 
sekian lama tidur di satu ranjang, pasti sudah mengenal tubuh pasangannya. Jadi, 
masalah itu sebetulnya jangan dijadikan penghambat dalam berhubungan intim. 
Malah karena kedekatan emosional yang semakin kuat, bisa membuat hubungan intim 
menjadi lebih mantap.

Memang, sih, 
jangan membayangkan hubungan intim dengan frekuensi yang sama dengan pengantin 
baru. Tapi yang harus diingat, bukan lagi jumlah, tapi kualitasnya. Meski dalam 
satu bulan bisa dihitung dengan jari, lakukan berbagai variasi untuk memberi 
pembaruan. Mulailah memberi kejutan-kejutan yang manis, misalnya mengirim SMS 
pada istri, "Bagaimana kalau malam ini kita ketemu di hotel x dan menghabiskan 
malam tanpa anak-anak?"

TAHUN-TAHUN SESUDAHNYA

Simone Signoret, penulis terkenal dari Perancis, di salah 
satu novelnya menulis, "Rantai tidak mengikat perkawinan, melainkan mata 
rantainya. Ratusan mata rantai yang dikait setiap hari berdua, yang mengikat 
terus selama bertahun-tahun. Itulah yang membuat perkawinan bertahan, bukan 
gairah dan bahkan juga seks!"

Jadi, 
walaupun 5, 10, bahkan 25 tahun perkawinan sudah dilewati dengan aman, jangan 
pernah terlena. Ada, lo, yang baru sebulan merayakan ulang 
tahun perkawinan ke-25, kemudian bercerai. Apa pasal? Kedekatan kadang membuat 
kita terlena. Kita merasa sudah tahu apa yang menjadi kebutuhan pasangan. 
Padahal, setiap manusia selalu membutuhkan penyegaran dan kejutan-kejutan dalam 
hidupnya. Termasuk dalam hidup perkawinannya.

Meski tampaknya perkawinan sempurna, tak ada salahnya 
untuk duduk bersama setiap tahun, misalnya saat ulang tahun perkawinan, untuk 
melihat kembali, apa yang sebenarnya luput dari perhatian berdua yang menyangkut 
soal hubungan suami-istri. Apakah kita sudah peka dengan kebutuhan pasangan? 
Model kemesraan dan keintiman apa yang kita inginkan, seiring dengan pertambahan 
usia perkawinan? Apa yang menjadi ganjalan atau kendala di semua hal yang bisa 
mengganggu hubungan? Nah, semua itu harus ditelaah lagi, berapa pun usia 
perkawinan Anda. Tak ada yang bisa menjamin selamanya akan berjalan mulus, bila 
masing-masing pihak terlena dan cuek dengan keadaan perkawinan yang tampaknya 
sempurna, tapi menyimpan bom waktu. Nah, Bu-Pak, sekarang sudah tahu, kan, apa yang mesti 
dilakukan?

Tidak ada komentar: