Rabu, 22 April 2009

3 PINTU KEBIJAKSANAAN

Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yg pemberani, 
trampil dan pintar. 
Untuk menyempurnakan pengetahuannya, 
ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana.

"Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku" 
Sang Pangeran meminta.

"Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu
di atas pasir", ujar Pertapa.
"Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan 
Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu. 
Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu 
dan ikuti kata hatimu. Sekarang pergilah" 
sang Pertapa menghilang dan Pangeran 
melanjutkan perjalanannya.

Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di 
atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA"

"Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. 
"Karena di Dunia ini ada hal2 yang aku sukai 
dan ada pula hal2 yang tak kusukai. Aku akan 
mengubahnya agar sesuai keinginanku"

Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang 
pertama, yaitu mengubah dunia. 
Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya 
dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. 
Ia mendapatkan banyak kesenangan 
dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. 
Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi 
sebagian lainnya menentangnya.

Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari,
ia bertemu sang Pertapa kembali.

"Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" 
Tanya sang Pertapa

"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang 
dapat kulakukan dengan kekuatanku dan apa yang 
di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku 
dan apa yang tidak tergantung padaku" 
jawab Pangeran

"Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. 
Lupakan apa yang di luar kekuatanmu, apa yang 
engkau tak sanggup mengubahnya" dan 
sang Pertapa menghilang.

Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di 
Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH SESAMAMU"

"Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang 
di sekitarku adalah sumber kesenangan, 
kebahagiaan, tetapi mereka juga yang 
mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi"

Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang 
yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah 
karakter mereka dan menghilangkan kelemahan 
mereka. Ini menjadi pertarungannya yang kedua.

Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu 
sang Pertapa.

"Apa yang engkau pelajari kali ini?"

"Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber 
dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan 
atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan 
kesempatan agar hal-hal tsb dapat muncul. 
Sebenarnya di dalam diriku lah segala hal 
tersebut berakar"

"Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang 
mereka bangkitkan dari dirimu, 
sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada 
dirimu sendiri. Bersyukurlah pada mereka yang 
telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur 
pula pada mereka yang menyebabkan derita dan 
frustrasi. Karena melalui mereka lah, 
Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau 
kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh"

Kembali sang Pertapa menghilang.

Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga 
"UBAHLAH DIRIMU"

"Jika memang diriku sendiri lah sumber dari 
segala problemku, memang di sanalah aku harus 
mengubahnya" Ia berkata pada dirinya sendiri.

Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. 
Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, 
melawan ketidak sempurnaannya, 
menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal 
yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai 
dengan gambaran ideal.

Setelah beberapa tahun berusaha, 
di mana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi 
gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu 
sang Pertapa kembali.

"Kini apa yang engkau pelajari ?"

"Aku belajar bahwa ada hal2 di dalam diriku 
yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa
saya ubah"

"Itu bagus" ujar sang pertapa. 
"Ya" lanjut Pangeran, "tapi saya mulai lelah 
untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap 
orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada 
akhir dari semuai ini? Kapan saya bisa tenang? 
Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, 
ingin meninggalkan semua ini!"

"Itu adalah pelajaranmu berikutnya" 
ujar Pertapa. 
Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan 
lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh" 
Dan ia pun menghilang.

Ketika melihat ke belakang, ia memandang 
Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat adanya 
tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi 
"TERIMALAH DIRIMU".

Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan 
ini ketika melalui pintu tsb.
"Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai 
menjadi buta" katanya pada dirinya sendiri.

Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, 
semua yang ia campakkan, kekurangannya, 
bayangannya, ketakutannya. 
Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, 
menerimanya dan mencintainya apa adanya. 
Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak 
lagi membandingkan dirinya dengan orang lain, 
tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri.

Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata 
"Aku belajar, bahwa membenci dan menolak 
sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan 
mengutuk untuk tidak pernah berdamai dengan 
diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku 
seutuhnya, secara total dan tanpa syarat."

"Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , 
ujar Pertapa. "Sekarang engkau boleh kembali 
ke Pintu Kedua"

Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis 
di sisi belakangnya "TERIMALAH SESAMAMU"

Ia bisa melihat orang2 di sekitarnya, 
mereka yang ia suka dan cintai, serta mereka 
yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, 
juga mereka yang melawannya.

Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa 
melihat ketidaksempurnaan mereka, 
kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat 
ia malu dan berusaha mengubahnya.

Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" 
ujarnya "Bahwa dengan berdamai dengan diriku, 
aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan 
pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu 
ditakutkan dari mereka. Aku belajar untuk 
menerima dan mencintai mereka, apa adanya.

"Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" 
ujar sang Pertapa, "Sekarang pergilah ke 
Pintu Pertama"

Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat 
tulisan "TERIMALAH DUNIA"

"Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri 
"Mengapa saya tidak melihatnya sebelumnya".
Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang 
sebelumnya berusaha ia taklukkan dan ia ubah.
Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan 
indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya.

Tetapi, ini adalah dunia yang sama, 
apakah memang dunia yang berubah atau cara 
pandangnya ?

Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : 
"Apa yang engkau pelajari sekarang ?"

"Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah 
cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat 
dunia melainkan melihat dirinya sendiri di 
dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia 
pun menjadi tempat yang menyenangkan. 
Ketika jiwaku muram, maka dunia pun 
kelihatannya muram.

Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. 
Ia ADA, itu saja. Bukanlah dunia yang 
membuatku terganggu, melainkan ide yang aku 
lihat mengenainya.
Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, 
menerima seutuhnya, tanpa syarat.

"Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" 
ujar sang Pertapa. 
"Sekarang engkau berdamai dengan dirimu,
sesamamu dan dunia" Sang pertapa pun menghilang.

Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan 
dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah 
merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.

Tidak ada komentar: