Rabu, 22 April 2009

3 PINTU KEBIJAKSANAAN

Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yg pemberani, 
trampil dan pintar. 
Untuk menyempurnakan pengetahuannya, 
ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana.

"Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku" 
Sang Pangeran meminta.

"Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu
di atas pasir", ujar Pertapa.
"Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan 
Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu. 
Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu 
dan ikuti kata hatimu. Sekarang pergilah" 
sang Pertapa menghilang dan Pangeran 
melanjutkan perjalanannya.

Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di 
atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA"

"Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. 
"Karena di Dunia ini ada hal2 yang aku sukai 
dan ada pula hal2 yang tak kusukai. Aku akan 
mengubahnya agar sesuai keinginanku"

Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang 
pertama, yaitu mengubah dunia. 
Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya 
dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. 
Ia mendapatkan banyak kesenangan 
dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. 
Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi 
sebagian lainnya menentangnya.

Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari,
ia bertemu sang Pertapa kembali.

"Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" 
Tanya sang Pertapa

"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang 
dapat kulakukan dengan kekuatanku dan apa yang 
di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku 
dan apa yang tidak tergantung padaku" 
jawab Pangeran

"Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. 
Lupakan apa yang di luar kekuatanmu, apa yang 
engkau tak sanggup mengubahnya" dan 
sang Pertapa menghilang.

Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di 
Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH SESAMAMU"

"Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang 
di sekitarku adalah sumber kesenangan, 
kebahagiaan, tetapi mereka juga yang 
mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi"

Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang 
yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah 
karakter mereka dan menghilangkan kelemahan 
mereka. Ini menjadi pertarungannya yang kedua.

Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu 
sang Pertapa.

"Apa yang engkau pelajari kali ini?"

"Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber 
dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan 
atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan 
kesempatan agar hal-hal tsb dapat muncul. 
Sebenarnya di dalam diriku lah segala hal 
tersebut berakar"

"Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang 
mereka bangkitkan dari dirimu, 
sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada 
dirimu sendiri. Bersyukurlah pada mereka yang 
telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur 
pula pada mereka yang menyebabkan derita dan 
frustrasi. Karena melalui mereka lah, 
Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau 
kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh"

Kembali sang Pertapa menghilang.

Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga 
"UBAHLAH DIRIMU"

"Jika memang diriku sendiri lah sumber dari 
segala problemku, memang di sanalah aku harus 
mengubahnya" Ia berkata pada dirinya sendiri.

Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. 
Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, 
melawan ketidak sempurnaannya, 
menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal 
yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai 
dengan gambaran ideal.

Setelah beberapa tahun berusaha, 
di mana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi 
gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu 
sang Pertapa kembali.

"Kini apa yang engkau pelajari ?"

"Aku belajar bahwa ada hal2 di dalam diriku 
yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa
saya ubah"

"Itu bagus" ujar sang pertapa. 
"Ya" lanjut Pangeran, "tapi saya mulai lelah 
untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap 
orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada 
akhir dari semuai ini? Kapan saya bisa tenang? 
Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, 
ingin meninggalkan semua ini!"

"Itu adalah pelajaranmu berikutnya" 
ujar Pertapa. 
Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan 
lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh" 
Dan ia pun menghilang.

Ketika melihat ke belakang, ia memandang 
Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat adanya 
tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi 
"TERIMALAH DIRIMU".

Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan 
ini ketika melalui pintu tsb.
"Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai 
menjadi buta" katanya pada dirinya sendiri.

Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, 
semua yang ia campakkan, kekurangannya, 
bayangannya, ketakutannya. 
Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, 
menerimanya dan mencintainya apa adanya. 
Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak 
lagi membandingkan dirinya dengan orang lain, 
tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri.

Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata 
"Aku belajar, bahwa membenci dan menolak 
sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan 
mengutuk untuk tidak pernah berdamai dengan 
diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku 
seutuhnya, secara total dan tanpa syarat."

"Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , 
ujar Pertapa. "Sekarang engkau boleh kembali 
ke Pintu Kedua"

Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis 
di sisi belakangnya "TERIMALAH SESAMAMU"

Ia bisa melihat orang2 di sekitarnya, 
mereka yang ia suka dan cintai, serta mereka 
yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, 
juga mereka yang melawannya.

Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa 
melihat ketidaksempurnaan mereka, 
kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat 
ia malu dan berusaha mengubahnya.

Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" 
ujarnya "Bahwa dengan berdamai dengan diriku, 
aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan 
pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu 
ditakutkan dari mereka. Aku belajar untuk 
menerima dan mencintai mereka, apa adanya.

"Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" 
ujar sang Pertapa, "Sekarang pergilah ke 
Pintu Pertama"

Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat 
tulisan "TERIMALAH DUNIA"

"Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri 
"Mengapa saya tidak melihatnya sebelumnya".
Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang 
sebelumnya berusaha ia taklukkan dan ia ubah.
Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan 
indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya.

Tetapi, ini adalah dunia yang sama, 
apakah memang dunia yang berubah atau cara 
pandangnya ?

Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : 
"Apa yang engkau pelajari sekarang ?"

"Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah 
cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat 
dunia melainkan melihat dirinya sendiri di 
dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia 
pun menjadi tempat yang menyenangkan. 
Ketika jiwaku muram, maka dunia pun 
kelihatannya muram.

Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. 
Ia ADA, itu saja. Bukanlah dunia yang 
membuatku terganggu, melainkan ide yang aku 
lihat mengenainya.
Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, 
menerima seutuhnya, tanpa syarat.

"Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" 
ujar sang Pertapa. 
"Sekarang engkau berdamai dengan dirimu,
sesamamu dan dunia" Sang pertapa pun menghilang.

Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan 
dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah 
merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.

Selasa, 07 April 2009

Mitos hidup perkawinan:
menerima pasangan apa adanya!

Blasius Slamet Lasmunadi, Pr

Dalam kursus persiapan perkawinan,
saya mengajukan pertanyaan pertama begini,

"Apakah kaliah harus menerima kelemahan pasangan apa adanya?"

Dengan penuh semangat mereka menjawab,

"Pasti dong Romo! Masak sudah suami

isteri nggak mau meneriman kelemahan pasangan!"

Lalu saya tidak mengomentari, tapi saya bertanya lagi,

"Sampai kapan kalian akan saling menerima kelemahan apa adanya?"

Dengan mantap tanpa ragu ragu, mereka

pun menjawab,

"Yah pastilah kami mau menerima kelemahan sampai maut

memisahkan Romo. Masakan kita sudah janji nikah, mau diingkari!"

Saya masih juga belum berkomentar, tapi memperdalam jawaban,

"Kalau begitu, "Apa jaminan kalian,

kok bisa mengatakan mampu saling menerima

kelemahan pasangan sampai akhir hayat?

Kalau orang hutang di pegadaian,

jaminannya bisa sertifikat tanah, dsb.

Kalau kalian bertekad mau menerima kelemahan "apa adanya",

jaminannya apa?

Pasangan itu lalu bekerut dahi.

Namun mereka berusah menjawab,

"Romo, jaminan kami ya percaya saja pada pasangan,

dan ingat janji nikah!"

Saya mulai menggugat jawaban mereka,

"Ah apa benar, saya kok tidak yakin!!

Coba sekarang kalau kenyataannya begini.

Misalnya, kalau suamimu ini sering

tidak bisa bangun malam,

padahal sebagai ibu, kamu sudah capek, dan

tidak bisa  bergantian jaga untuk ganti popok anakmu,

apakah sebagai ibu,

kamu akan diam saja atau mau protes atau marah?"

Pihak calon isteri langsung saja spontan menjawab,

"Yah kalau begitu, mana bisa Romo, pasti saya

juga marah!'

Saya langsung tertawa, sambil menyahut,

"Nah, lho...baru saja tadi kalian bilang mau menerima

kelemahan apa adanya, kok sekarang

berbeda jawabanmu?

Coba saya tanya pada calon suami nih,

"Mas, kalau isterimu judes dan galak,

selalu saja komentar dengan cara

berpakaianmu, caramu makan, dsb,

kira kira kamu terima apa nggak

diperlakukan begitu oleh isterimu nanti?"

Spontan, calon suami tadi langsung menyahut,

"Romo, yah harapannya tidak seperti itu, tapi kalau

terjadi, mana saya bisa terima kelemahan isteri saya!"

Saya lalu menanggapi jawaban mereka berdua,

"Nah ternyata apa yang tadi

kalian katakan tidak konsisten kan?

Setelah dihadapkan pada contoh dan

kenyataan yang akan terjadi,

kalian sudah mengatakan "tidak bisa

menerima kelemahan pasangan!"

Jadi sebenarnya, mitos itu mesti diganti

dengan cara pandang baru,

bagaimana mengubah

PARADIGMA KITA TENTANG

KELEMAHAN MANUSIA,

Kelemahan yang dianggap sebagai gangguan yang

menggelisahkan, membosankan dan mengecewakan,

dipahami sebagai "SAAT SAAT ISTIMEWA

PENUH RAHMAT TUHAN

untuk tumbuh dan berkembang sebagai

pasangan hidup

Contohnya

begini:

kalau isterimu judes, galak dan cerewet,

itu kesempatan bagimu

sebagai suami untuk "dinilai, dikritik dan ditunjukkan kesalahanmu"

Jadi nanti kalau habis bekerja,

kalau ada kesalahpahaman,

tanyalah pada isterimu,

"apa yang salah dalam diriku menurutmu,

coba kamu nilai kerjaanku apa sudah baik apa belum!"

Kalau, suamimu sering bangun

terlambat karena tidur larut malam,

atau tidak bisa bangun malam untuk

berganti jaga, tanyakan pada suamimu,

"Mas, kalau kamu bangun terlambat,

saya belajar untuk memahami

bagaimana kamu capek seharian

sudah kerja.

Tapi saya juga jadi ingin tahu,

apa Mas keberatan dengan

tanggung jawab untuk berganti jaga malam hari

mengganti popok?

Kalau keberatan, katakan, ya

itulah resiko yang harus aku tanggung!

Namun,

alangkah senangnya,

kalau Mas bisa bangun pagi, atau bisa berjaga malam!

Tapi itu harapanku!"

Isteri belajar untuk mempelakukan suami

menjadi "diri sendiri".

Demikian juga suami yang mengenal isterinya

judes, ia tidak mau mengubahnya,

melainkan menghargai dia dengan cara

memberi kesempatannya menilai.


Dari berbagai pengamatan,

setelah pandangan itu diterapkan,

ternyata mengurangi banyak percecokkan dalam keluarga.

Mereka bisa bergembira dalam hidup perkawinan,

Tidak usah pusing saling mempersatukan

perbedaan, melainkan mereka bisa sersan,

serius tapi santai, menghadapi

kelemahan satu sama lain.

Moga moga makin banyak hidup perkawinan

menjadi tanda kehadiran cinta Allah

yang membebaskan orang untuk saling mengasihi.

Jumat, 03 April 2009

JERITAN HATI PARA PRIA

Selama ini yang sering diungkap selalu tentang 

Girls Rulez, kini saatnya
kami para Pria mengungkapkan isi hati kami. Tetapi 
menurut saya sendiri
janganlah "joke" ini dianggap bahwa memang hrs spt ini 
adanya, perbedaan itu
selalu ada jadikanlah perbedaan itu sebuah keindahan 
dalam menempuh hidup,
yg dibutuhkan adalah saling menghormati satu sam alain 
dan hargai satu sama
lain ;-)

Ini adalah cerita dari sisi kami, Kaum 
Cowok!! Kaum adam!! Aturan kami!!

Untuk para cewek2...

1. Tidak Semua cowok seperti Dedy Cobuzer.

Jadi jangan harap kami bisa membaca isi 
pikiranmu disaat kamu manyun tanpa
suara.
Apa susahnya sih bilang : "Aku 
Laper, Aku minta dibeliin pakaian, Tolong
Rayu
Aku...!!"

2. Hari Minggu itu waktunya istirahat setelah 6 hari bekerja, jadi 

jangan
harap
kami mau menemani seharian jalan2 ke mall.

3. 
Berbelanja BUKAN olahraga. Dan kami gak akan berpikir ke arah situ.

Bagi 
kami belanja ya belanja, kalau sudah pas ya beli saja, perbedaan 
harga
toko
A dan B cuma 1,000 perak jadi nggak usah keliling kota untuk 
cari yang
paling
murah, buang2 bensin aja.

4. Menangis merupakan 
suatu pemerasan.

Lebih baik kami mendengar suara petir, guntur , bom 
meledak daripada suara
tangisanmu yang membuat kami tidak bisa berbuat 
apa2.

5. Tanya apa yang kamu mau. Cobalah untuk sepaham tentang hal 
ini.

Sindiran halus tidak akan dimengerti. Sindiran kasar tak akan 
dimengerti
Terang2an menyindir juga kita gak ngerti! Ngomong 
langsung kenapa!?

6. Ya dan Tidak adalah jawaban yang paling dapat 
diterima hampir semua
pertanyaan.
It's Simple.!!

7. Cerita ke kami 
kalo mau masalah kamu diselesaikan.

Karena itu yang kami lakukan.. Pengen 
dapet simpati doang sih, cerita aja ke
temen2 cewekmu.

8.. Sakit 
kepala selama 17 bulan adalah penyakit.
Pergi ke dokter sana !

9. 
Semua yang kami katakan 6 bulan lalu gak bisa dipertimbangkan dalam 
suatu
argumen. Sebenernya, semua komentar jadi gak berlaku dan batal setelah 
7
hari.
Janji kami untuk menyebrangi lautan dan mendaki gunung itu 
hanyalah klise,
jangan dianggap serius.

10. Kalo kamu gak mau pake 
baju kayak model2 pakaian dalam, jangan harap
kita
seperti artis sinetron 
dong.

11. Kalo kamu pikir kamu gendut, mungkin aja. Jangan tanya kami 
dong.
Cermin lebih jujur daripada Lelaki.

12. Kamu boleh meminta kami 
untuk melakukan sesuatu atau menyuruh kami
menyelesaikannya dengan cara 
kamu.
Tapi jangan dua2nya dong. Kalo kamu pikir bisa melakukannya lebih 
baik,
kerjain
aja sendiri.

13. Kalau bisa, ngomongin apa yang harus 
kamu omongin pas iklan aja.

Ingat, jangan sekali2 ngomong apalagi pas 
saat tendangan finalty.

14. Kami bukan anak kecil lagi, jadi tak perlu 
mengingatkan jangan lupa
makan,
selamat tidur, dll. Menurut kami itu 
hanyalah pemborosan pulsa saja.

15. Kalo gatel kan bisa digaruk sendiri. 
Kami juga kok.

16. Kalo kami nanya ada apa dan kamu jawab gak ada apa2, 
kami akan berpikir
memang gak ada apa2. Ingat, seperti no.1 kami bukanlah 
pembaca pikiran.
Ngomong baby...ngomong. ...!!

17. Kalo kita berdua 
harus pergi ke suatu tempat, pakaian apapun yang kamu
pakai, pantes aja kok. 
Bener. Jadi tidak ada alasan gak mau pergi ke pesta
karena tidak ada 
baju.

18. Jangan tanya apa yang kami pikir tentang sesuatu kecuali kamu 
memang mau
diskusi tentang bola, game, billyard, memancing atau mungkin juga 
ttg teknik
mereparasi mobil.

19. Kami malas berdebat secara hati dan 
perasaan, ingat!! kami hanya pakai
logika.

20. Terima kasih sudah mau 
baca ini. Iya, aku akan tidur di sofa nanti.

Rabu, 01 April 2009

Tahun-tahun 
pernikahan yang penuh gejolak


Perkawinan seumur 
hidup yang didambakan setiap pasangan tidak gampang didapat. Perlu perjuangan 
dan kemauan bersama suami-istri untuk terus memeliharanya dari tahun ke tahun. 
Berikut tahun-tahun rawan dalam perkawinan yang perlu 
diwaspadai.

DUA TAHUN PERTAMA: 
PENUH PERJUANGAN


Inilah 
tahun-tahun yang mengindikasikan, apakah pasangan "pengantin baru" bisa survive 
di tahun-tahun berikut. Banyak yang berhasil melampauinya, tak sedikit juga yang 
memutuskan bercerai. Sebab, di tahun inilah sebenarnya realitas dimulai. 
Masing-masing pihak melihat dengan sesungguhnya, siapa 
pasangannya.

Bersiaplah menerima apa 
yang disebut depresi pengantin baru. Usai pesta, pasangan menempati rumahnya 
sendiri dan belajar hidup mandiri sebagai suami-istri. Di sinilah pembagian 
peran dan kerjasama dimulai. Ada yang lancar, ada pula yang kagok. Banyak 
hal yang menjadi prioritas yang harus diselesaikan bersama. Tentang uang, 
misalnya, siapa yang harus mengatur. Juga bagaimana menghabiskan waktu luang 
bersama, menangani mertua, para ipar dan keluarga besar lainnya. Bayi yang 
kemudian lahir akan membuat seluruh ritme ayah dan ibu berubah. Jelas, semua itu 
menimbulkan tantangan sekaligus kecemasan.

Nah, agar bisa survive dan berjalan mulus, di tahun-tahun 
pertama ini pasangan suami-istri seharusnya sudah mulai mendiskusikan tentang 
bagaimana memecahkan masalah jika terjadi konflik, juga membicarakan 
harapan-harapan masing-masing pihak.

Pasangan yang bisa melewati masa ini adalah mereka yang 
selalu punya pandangan positif terhadap pasangannya, tidak mudah menyerah, dan 
mau bersama-sama mencari jalan keluar di setiap persoalan. Meski tahun-tahun 
pertama ini sulit, mereka akan tetap mengenangnya sebagai tahun-tahun pertama 
yang penuh keintiman, kemesraan, dan saling belajar. Yang tak kalah penting, 
bisa menjadi pelajaran serta pengalaman berharga untuk menempuh tahun-tahun 
berikut.

TUJUH TAHUN: HARUS 
WASPADA


Pernah dengar 
istilah "the seven years itch"? Inilah yang disebut tujuh tahun yang membuat 
"gatal". Setelah bertahun-tahun bersama, suami istri memang mulai menemukan pola 
dan ritme perkawinan yang semakin jelas. Namun demikian, keinginan masing-masing 
yang sudah terbaca dan kedekatan secara fisik serta emosional ini belum menjamin 
bahwa kemesraan dan keintiman tetap berlanjut.

Setelah tujuh tahun berpasangan, banyak suami-istri yang 
mulai terjebak dalam rutinitas berumah tangga. Suami dan istri juga mulai sibuk 
dengan urusannya sendiri-sendiri. Ibu mengurusi anak-anak yang mulai masuk 
sekolah dan tumbuh besar, ayah juga sibuk berkutat dengan kariernya yang semakin 
menjanjikan. Belum lagi tuntutan kebutuhan keluarga yang semakin besar, membuat 
ayah semakin sibuk dengan pekerjaan tambahan yang bisa menghasilkan 
uang.

Semua itu membawa konsekuensi 
dalam hubungan perkawinan. Karena masing-masing sibuk, waktu untuk berduaan 
semakin berkurang. Akibatnya, keintiman jadi terancam. Yang lebih 
mengkhawatirkan, karena masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri dan semua 
hal berjalan rutin, hubungan intim semakin dilihat hanya sebagaihal rutin untuk 
pemenuhan kebutuhan biologis saja. Bukan lagi ekspresi kemesraan dan kasih 
sayang. Kalau tak hati-hati, masing-masing pihak bisa merasa gerah dan gatal, 
seperti orang yang terperangkap. Sedikit godaan saja atau melihat hal-hal baru 
yang lebih menggairahkan di luar rumah, bisa membuat komitmen 
terancam.

Itu sebabnya banyak affair 
atau perselingkuhan yang terjadi setelah 5 atau 7 tahun perkawinan. Pasangan 
berusaha keluar dari hal-hal yang membuatnya jenuh. Di antaranya, menjalin 
hubungan dengan orang yang sama sekali baru.

Untuk menjaga agar gairah dan keintiman tetap menyala, 
lakukan bulan madu kedua, revisi kembali hubungan perkawinan dan pola keintiman 
apa yang bisa diterapkan, sesuai dengan usia perkawinan. Jangan berharap terlalu 
berlebihan bahwa dalam waktu singkat semuanya akan berubah seperti pengantin 
baru. Yang penting adalah keinginan untuk tetap berkomitmen dan memperbarui 
kemesraan.

LIMA BELAS TAHUN: PENUH 
KESIBUKAN


Pada tahun 
kelima belas, secara emosi dan fisik, kedekatan suami-istri semakin kuat. Banyak 
masalah yang sudah bisa diselesaikan, misalnya rumah sudah terbeli dan keuangan 
keluarga sudah mapan. Tapi tantangan berikutnya muncul di tahun ini. Sama 
seperti tahun-tahun sebelumnya, problem yang lebih banyak muncul adalah 
kejenuhan. Ditambah juga kebersamaan keluarga yang semakin berkurang. Misalnya, 
anak-anak yang memasuki praremaja, mulai lebih banyak bergaul di luar rumah, dan 
sibuk dengan urusan sekolah. Ayah berada pada puncak kariernya, begitu pula ibu 
yang bekerja.

Tak heran jika di 
tahun-tahun awal mudah membuat janji untuk makan malam bersama pasangan di 
restoran yang romantis, kini malah susah. Sulit memintanya meluangkan waktu 
untuk bermesraan karena kesibukannya.

Perubahan fisik masing-masing pihak, misalnya bentuk 
tubuh semakin melebar atau kerut di wajah semakin kentara, juga melahirkan 
kecemasan tersendiri. Masing-masing merasa tidak lagi menarik dan seksi di mata 
pasangannya. Rasa minder lalu timbul. Kekhawatiran pasangan tak lagi bergairah, 
bisa berakibat ke hubungan intim. Kebanyakan rasa minder ini diwujudkan dengan 
menolak ketika diajak bermesraan. Padahal, karena masing-masing pihak sudah 
sekian lama tidur di satu ranjang, pasti sudah mengenal tubuh pasangannya. Jadi, 
masalah itu sebetulnya jangan dijadikan penghambat dalam berhubungan intim. 
Malah karena kedekatan emosional yang semakin kuat, bisa membuat hubungan intim 
menjadi lebih mantap.

Memang, sih, 
jangan membayangkan hubungan intim dengan frekuensi yang sama dengan pengantin 
baru. Tapi yang harus diingat, bukan lagi jumlah, tapi kualitasnya. Meski dalam 
satu bulan bisa dihitung dengan jari, lakukan berbagai variasi untuk memberi 
pembaruan. Mulailah memberi kejutan-kejutan yang manis, misalnya mengirim SMS 
pada istri, "Bagaimana kalau malam ini kita ketemu di hotel x dan menghabiskan 
malam tanpa anak-anak?"

TAHUN-TAHUN SESUDAHNYA

Simone Signoret, penulis terkenal dari Perancis, di salah 
satu novelnya menulis, "Rantai tidak mengikat perkawinan, melainkan mata 
rantainya. Ratusan mata rantai yang dikait setiap hari berdua, yang mengikat 
terus selama bertahun-tahun. Itulah yang membuat perkawinan bertahan, bukan 
gairah dan bahkan juga seks!"

Jadi, 
walaupun 5, 10, bahkan 25 tahun perkawinan sudah dilewati dengan aman, jangan 
pernah terlena. Ada, lo, yang baru sebulan merayakan ulang 
tahun perkawinan ke-25, kemudian bercerai. Apa pasal? Kedekatan kadang membuat 
kita terlena. Kita merasa sudah tahu apa yang menjadi kebutuhan pasangan. 
Padahal, setiap manusia selalu membutuhkan penyegaran dan kejutan-kejutan dalam 
hidupnya. Termasuk dalam hidup perkawinannya.

Meski tampaknya perkawinan sempurna, tak ada salahnya 
untuk duduk bersama setiap tahun, misalnya saat ulang tahun perkawinan, untuk 
melihat kembali, apa yang sebenarnya luput dari perhatian berdua yang menyangkut 
soal hubungan suami-istri. Apakah kita sudah peka dengan kebutuhan pasangan? 
Model kemesraan dan keintiman apa yang kita inginkan, seiring dengan pertambahan 
usia perkawinan? Apa yang menjadi ganjalan atau kendala di semua hal yang bisa 
mengganggu hubungan? Nah, semua itu harus ditelaah lagi, berapa pun usia 
perkawinan Anda. Tak ada yang bisa menjamin selamanya akan berjalan mulus, bila 
masing-masing pihak terlena dan cuek dengan keadaan perkawinan yang tampaknya 
sempurna, tapi menyimpan bom waktu. Nah, Bu-Pak, sekarang sudah tahu, kan, apa yang mesti 
dilakukan?