Kamis, 07 Mei 2009

MENYALAHKAN SEBENARNYA TIDAK PENTING"


Aku baru masuk kuliah saat bertemu dengan Keluarga White.
Mereka sangat berbeda dengan keluargaku, namun aku langsung
merasa betah bersama mereka.

Aku dan Jane White berteman di sekolah, dan
keluarganya menyambutku- orang luar-
seperti sepupu jauh.

Dalam keluargaku, jika ada masalah,
menyalahkan orang itu selalu penting.

"Siapa yang melakukan ini?"
ibuku membentak melihat dapur berantakan.

"lni semua salahmu, Katharine,"
ayahku berkeras jika kucing berhasil
keluar rumah atau mesin cuci piring rusak.

Sejak kami kecil,
aku dan saudara-saudaraku saling mengadu.

Kami menyiapkan kursi untuk si Terdakwa
di meja makan.

Tapi Keluarga White tidak mencemaskan siapa berbuat apa.
Mereka merapikan yang berantakan
dan melanjutkan hidup mereka.

lndahnya hal ini kusadari penuh
pada musim panas ketika Jane meninggal.

Keluarga White memiliki enam anak:
tiga lelaki, tiga perempuan.

Satu putranya meninggal saat masih kecil, mungkin karena
itulah kelima yang tersisa menjadi dekat.

Di bulan Juli, aku dan tiga putri White memutuskan
berjalan-jalan naik mobil dari rumah mereka di Florida
ke New York
Dua yang tertua, Sarah dan Jane, adalah mahasiswa,
dan yang terkecil, Amy,
baru menginjak enam belas tahun.

Sebagai pemilik SIM baru yang bangga,
Amy gembira ingin melatih keterampilan mengemudinya
selama perjalanan itu. Dengan tawanya yang lucu,
ia memamerkan SIM-nya kepada siapa saja
yang ditemuinya.

Kedua kakaknya ikut mengemudikan mobil pada
bagian pertama perjalanan,
tapi saat mereka tiba di daerah yang berpenduduk jarang,
mereka membolehkan Amy mengemudi.

Di suatu tempat di South Carolina , kami keluar dari jalan
tol untuk makan. Setelah makan, Amy mengemudi lagi.
Ia tiba di perempatan dengan tanda stop
untuk mobil dari arah kami.

Entah ia gugup atau tidak memperhatikan
atau tidak melihat tandanya
tak akan ada yang tahu.
Amy terus menerjang perempatan
tanpa berhenti.

Pengemudi trailer semi-traktor besar itu
tak mampu mengerem pada waktunya,
dan menabrak kendaraan kami.
Jane langsung meninggal.

Aku selamat hanya dengan sedikit memar.
Hal tersulit yang kulakukan adalah menelepon
Keluarga White dan memberitakan
kecelakaan itu dan bahwa Jane meninggal.

Sesakit apa pun perasaanku
kehilangan seorang sahabat,
aku tahu bagi mereka jauh lebih pedih
kehilangan anak.

Saat suami-istri White tiba di rumah sakit,
mereka mendapatkan dua putri
mereka di sebuah kamar.

Kepala dibalut perban;
kaki Amy digips.
Mereka memeluk kami semua
dan menitikkan air mata
duka dan bahagia saat
melihat putri mereka.

Mereka menghapus air mata
kedua putrinya dan menggoda Amy
hingga tertawa
sementara ia belajar menggunakan kruknya.

Kepada kedua putri mereka,
dan terutama kepada Amy,
berulang-ulang mereka
hanya berkata,
"Kami gembira kalian masih hidup."

Aku tercengang.
Tak ada tuduhan.
Tak ada tudingan.
Kemudian, aku menanyakan
Keluarga White mengapa mereka tak
pernah membicarakan fakta
bahwa Amy yang mengemudi
dan melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Bu White berkata,
"Jane sudah tiada, dan kami sangat
merindukannya.
Tak ada yang dapat kami katakan
atau perbuat yang
dapat menghidupkannya kembali.

Tapi hidup Amy masih panjang.
Bagaimana ia bisa menjalani
hidup yang nyaman dan
bahagia jika ia merasa
kami menyalahkannya atas kematian
kakaknya?"

Mereka benar.
Amy lulus kuliah dan menikah
beberapa tahun yang lalu.
Ia bekerja sebagai guru sekolah anak luar biasa.

Putrinya sendiri sudah dua,
yang tertua bernama Jane.

Aku belajar dari Keluarga White
bahwa menyalahkan sebenarnya tidak penting.
Bahkan, kadang-kadang, tak ada gunanya sama sekali.

BONUS
Forgiveness does not change the past,
but it does enlarge
the future.

Tidak ada komentar: