Kamis, 04 Maret 2010

*Suatu Hari Ketika Kita Sama-Sama Tua*


Kuusap tangan keriputmu. Perlahan. Karena aku sendiri tak punya kekuatan
sebesar dulu. Semua gerakku kulakukan hati-hati. Maklum, kita sudah tidak
muda lagi. Tetapi, inginku untuk terus membelai wajahmu. Dalam kelembutan
yang masih tersisa. Dalam pelannya gerakku yang kadang tersendat. Aku masih
ingin luapkan cinta dalam hati ini kepadamu.

Kuusap rambut di kepalamu yang helainya tak lagi sama seperti ketika kita
berjumpa. Helainya makin tipis, berkurang satu demi satu. Sama seperti
rambut panjangku yang rontok hari demi hari. Memenuhi lantai rumah yang
sering disapu perlahan. Hanya ingin ungkapkan rasa yang pernah bersemi. Di
masa lalu. Dulu. Dan berharap rasa itu terus ada dan tetap abadi sampai saat
maut memisahkan kita.

Kuambilkan kaca matamu. Kaca mata yang sama dengan milikku. Karena mata tua
kita tak lagi awas melihat apa yang terjadi di depan kita. Terkadang
huruf-huruf di surat kabar pun tak terbaca jelas. Tak mengapa, Sayangku,
asal kita tetap punya mata hati yang jernih, sehingga mampu meneropong
dunia lewat hal-hal yang pernah dan masih akan kita lalui. Suka dan duka, yang
semuanya membuat pengalaman kita akan hidup semakin kaya.

Kuingat ketika kita tertawa saat melepas gigi palsu yang memenuhi mulut
kita. Rasanya sudah lama ya, kita tak punya gigi lengkap lagi. Menjadi
kegiatan yang lucu karena pada akhirnya kita bisa bersiul sambil menyikat
gigi. Siulan lagu-lagu kegemaran yang mengingatkan akan masa lalu yang penuh
cerita bagi kita berdua.

Suatu hari, ketika rumah yang dulu isinya tangisan, ompolan, dan mainan
anak-anak kita. Menjadi sepi dan senyap karena mereka sudah beranjak dewasa.
Mereka pergi mengejar cita dan cinta. Kuliah. Bekerja. Menikah. Dan
tinggallah kita dalam rasa sepi kembali berdua. Mengunjungi mereka dan
kunjungan dari mereka adalah hadiah terbesar bagi kita. Kita mulai saling
memperhatikan (lagi). Setelah sekian lama perhatian itu terpecah kepada buah
kasih kita.

Suatu ketika, ketika rambut kita sama-sama memutih. Ketika eros (cinta yang
dilandasi hawa nafsu) sudah jadi *philia* (cinta penuh persahabatan) . Ketika
kita tak lagi sanggup marah-marah karena suara sudah tak senyaring dulu.
Meski masih saja kita berdebat mengenai soal-soal tak penting. Saling kesal,
namun pernah juga berakhir dengan tertawa bersama.

Biarlah kita tetap ingat cinta yang membawa kita sampai hari ini. Merenda
kasih yang sarat konsekuensi penerimaan tanpa syarat sampai akhir nanti.
Biarlah kita ingat, cinta ini bukan datang dengan sendirinya. Melainkan dia
memang dibina, dipertahankan, didoakan, dan dijalankan.

Suatu ketika, saat kita sama-sama tua. Dengan kondisi tubuh yang tak lagi
prima: mungkin pikun-mungkin tangan gemetar- mungkin sakit-sakitan.

Biarlah kita tetap miliki cinta yang tak lekang dimakan usia.

HCMC, 3 Maret 2010

-fon-

* doa dan harap untuk masa tua nanti

Tidak ada komentar: